Pages

Subscribe:

Senin, 21 November 2011

JANDA JELATA

(Kisah seorang Gubernur jatuh cinta kepada janda tua, miskin dan buruk rupa)

by Ali Oman on Monday, May 16, 2011 at 11:46pm
Memang acap kali jiwa orang kecil lebih agung dari jiwa orang besar. Seperti dialami oleh seorang gubernur di zaman Khalifah Al-Mahdi.
........ Ia terlihat diam saja tidak bergerak sambil memandangi para tetangganya yang sebenarnya lebih kaya dari dirinya, tetapi berbuat seolah-olah mereka orang-orang yang kekurangan harta.
.........Tuduhlah saya gila, akan saya terima dengan lapang dada daripada saya dituduh durhaka kepada penguasa saya. Itu lebih berat buat saya."


Seorang janda tua pernah mengundang saya untuk selamatan di rumahnya. Perempuan yang sudah nenek-nenek itu saya tahu mata pencahariannya hanya berdagang kue keliling kampung yang hasilnya tidak seberapa. Ia hidup sendirian, tanpa sanak keluarga.Dan dia tinggal di emperan rumah orang lain atas kebaikan hati si tuan rumah. Hari itu, selepas shalat Jum'at ia ingin mengadakan tasyakuran, entah karena apa.
Saya pun segera datang tepat pada waktunya. Tidak beberapa lama kemudian datang pula pak RT, imam masjid, dan seorang merbotnya. Disusul dengan kehadiran si tuan rumah yang selama bertahun-tahun memberikan emperannya untuk ditempati.
Sudah setengah jam saya tunggu yang lainnya, tidak ada yang datang lagi. Jadi saya tanya, "Masih ada yang ditunggu, Nek?"
Nenek itu menggeleng, "Tidak ada, Mas. Yang saya undang hanya lima orang, termasuk Mas. Maklum, tempatnya sempit."
Saya tersentuh. Orang kecil ini masih juga ingin mengadakan tasyakuran kepada Allah dalam ketidakberdayaannya sementara banyak orang lain yang rumahnya besar-besar tidak pernah diinjak tetangganya untuk selamatan.
"Apa tujuan tasyakuran ini, Nek?" saya bertanya pula.
"Begini, Mas," jawab si nenek. "Saya bersyukur kepada Allah karena sejak bulan depan saya bisa mengontrak kamar ini, sebulan tiga ribu rupiah. Tadinya, Tuan rumah menolah, tidak mau menerima uang saya. Tapi akhirnya ia tidak keberatan sehingga utang budi saya tidak terlalu berat."
Masya Allah. Alangkah mulianya hati nenek tua itu. Ia, yang sebetulnya masih perlu disedekahi, tidak mau membebani orang lain tanpa imbalan. Dan alangkah mulianya si Tuan rumah yang tidak mau mengecewakan hati seorang nenek yang ingin terbebas dari perasaan bergantung kepada orang lain.
Jiwa yang mulia semacam itu memang akhir-akhir ini kian langka, ketika kebanyakan orang suka mengganggu kepentingan sesamanya demi keuntungan diri sendiri.
Memang acap kali jiwa orang kecil lebih agung dari jiwa orang besar. Seperti dialami oleh seorang gubernur di zaman Khalifah Al-Mahdi.
Pada suatu hari ia mengumpulkan sejumlah tetangga dan menaburkan uang dinar di depan mereka. Semuanya saling berebutan memunguti uang itu dengan sukacita. Kecuali seorang wanita kumal, berkulit hitam dan berwajah jelek. Ia terlihat diam saja tidak bergerak sambil memandangi para tetangganya yang sebenarnya lebih kaya dari dirinya, tetapi berbuat seolah-olah mereka orang-orang yang kekurangan harta.
Dengan keheranan sang Gubernur bertanya, "Mengapa engkau tidak memunguti uang dinar itu seperti para tetangga engkau?"
Janda bermuka buruk itu menjawab, "Sebab yang mereka cari uang dinar sebagai bekal dunia. Sedangkan yang saya butuhkan bukan dinar melainkan bekal akhirat."
"Maksud engkau?" tanya sang Gubernur mulai tertarik akan kepribadian perempuan tua itu.
"Maksud saya, uang dunia sudah cukup. Yang masih saya perlukan adalah bekal akhirat, yaitu shalat, puasa, dan zikir. Sebab perjalanan di dunia amat pendek dibanding dengan pengembaraan di akhirat yang panjang dan kekal."
Dengan jawaban tersebut, sang Gubernur merasa telah disindir tajam. Ia insaf, dirinya selama ini hanya sibuk mengumpulkan harta benda dan melalaikan kewajiban agamanya. Padahal kekayaannya melimpah ruah, tak kan habis dimakan keluarganya sampai tujuh keturunan. Sedangkan umurnya sudah di atas setengah abad, dan Malaikat Izrail sudah mengintainya.
Akhirnya sang Gubernur jatuh cinta kepada perempuan lusuh dan berparas hanya lebih bagus sedikit dari monyet itu. Kabar itu tersebar ke segenap pelosok negeri. Orang-orang besar tak habis pikir, bagaimana seorang gubernur bisa menaruh hati kepada perempuan jelata bertampang jelek itu.
Maka, pada suatu kesempatan, diundanglah mereka oleh Gubernur dalam sebuah pesta mewah. Juga para tetangga, termasuk wanita yang membuat heboh tadi. Kepada mereka diberikan gelas kristal yang bertatahkan permata, berisi cairan anggur segar. Gubernur lantas memerintahkan agar mereka membanting gelas masing-masing. Semuanya terbengong dan tida ada yang mau menuruti perintah itu. Namun, tiba-tiba terdengar bunyi berdering, pertanda ada orang sinting yang melaksanakan perintah gila itu. Itulah si perempuan berwajah buruk. Di kakinya pecahan gelas berhamburan sampai semua orang tampak terkejut dan keheranan.
Gubernur lalu bertanya, "Mengapa kau banting gelas itu?"
Tanpa risih atau takut wanita itu menyahut, "Ada beberapa sebab. Pertama, dengan memecahkan gelas ini berarti berkurang kekayaan Tuan. Tetapi, menurut saya hal itu lebih baik daripada wibawa Tuan berkurang lantaran perintah Tuah tidak dipatuhi."
Gubernur terkesima. Para tamunya juga terbelalak kagum akan jawaban yang masuk akal itu.
"Sebab lainnya?" tanya Gubernur.
Wanita itu menjawab, "Kedua, saya hanya menaati perintah Allah. Sebab di dalam Al-Qur'an, Allah menitahkan agar kita mematuhi Allah, Utusan-Nya, dan para penguasa. Sedangkan Tuan adalah penguasa, atau ulil amri, maka dengan segala resikonya saya laksanakan perintah Tuan."
Gubernur kian takjub. Demikian pula para undangannya. "Masih ada sebab lainnya?"
Perempuan itu mengangguk dan berkata, "Ketiga, dengan saya memecahkan gelas itu, orang-orang akan menyangka saya gila. Namun, hal itu lebih baik buat saya. Biarlah saya dicap gila daripada tidak melakukan perintah gubernurnya, yang berarti saya sudah berbuat durhaka. Tuduhlah saya gila, akan saya terima dengan lapang dada daripada saya dituduh durhaka kepada penguasa saya. Itu lebih berat buat saya."
Maka seketika kemudian Gubernur yang kematian istri itu melamar lalu menikahi perempuan bertampang jelek dan berkulit hitam legam itu, semua yang mendengar bahkan berbalik sangat gembira karena gubernur memperoleh jodoh seorang wanita yang tidak saja taat kepada suami, tetapi juga taat kepada gubernurnya, kepada Nabinya, dan kepada Tuhannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar